I Gusti Made Dwi Guna adalah seorang pengajar di sebuah
sekolah di Pulau Dewata, Bali. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku dan
mengilustrasi sendiri buku karyanya. Belum lama ini, buku karya Dwi Guna menjadi
pemenang sayembara buku yang diadakan oleh Badan Bahasa dalam rangka Gerakan
Literasi Nasional 2018. Bukunya berjudul
Beras Tabanan Perjalanan dari Lumpur
hingga Dapur. Selain menang sayembara, Badan Bahasa juga memberikan
penunjukan langsung padanya untuk menulis satu judul buku.
Tidak hanya itu, Bulan Oktober 2018 lalu, buku Aku
Tahu Aneka Binatang: Dari Ayam Hingga Zebra karya Dwi Guna menjadi
pemenang kedua kategori nonfiksi Lomba
Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018. Dunia literasi sudah
melekat dengan keseharian Dwi Guna. Tentunya rasa suka pada dunia literasi ini
menjadi penting dikenalkan pada anak sejak dini.
“Saya sudah mengenalkan buku (bahan bacaan tepatnya)
kepada Narnia sejak dia masih berusia tiga bulan,” katanya. Narnia adalah putri
Dwi Guna yang kini berusia 15 bulan. “Ketika itu Narnia belum bisa membalik
badan dan hanya tidur telentang. Saya ikut berbaring di sampingnya dan memegang
buku di atas wajah kami. Dia senang mengamati warna dan bentuk. Buku bergambar
karya Quentin Blake adalah salah satu bacaan yang disukai Narnia,” tambah Dwi
Guna.
![]() |
Dwi Guna dan Narnia ketika berusia tiga bulan. |
Bagi Dwi Guna menanamkan kecintaan terhadap baca-tulis dalam
keluarga sangatlah penting. Kebiasaan membaca dapat mengenalkan anak untuk
dapat mengenali dan mempelajari banyak hal, serta dapat menjadi kegiatan yang
menyenangkan. Kebiasaan menulis dapat mengasah kepekaan, kreativitas,
kedisiplinan, dan juga memberikan beberapa manfaat, baik secara pengetahuan maupun
finansial.
Literasi baca-tulis harus dimulai dari keluarga. Orang tua
yang menjadi pelaku utama dalam literasi baca-tulis di rumah harus konsisten
memberikan contoh kepada anak-anak. Itu pula yang dilakukan oleh Dwi Guna dan
keluarga kecilnya.
“Saya mendekatkan Narnia kepada buku dengan cara-cara
alamiah. Misalnya, saya perlihatkan keasyikan membaca buku. Saat bermain, dengan
sengaja saya membaca buku tak jauh darinya,” ujar Dwi Guna, “tidak hanya itu, saya
sering mengajak Narnia melihat-lihat koleksi buku di ruang kerja saya.”
Selain membiasakan dekat dengan buku di rumah, Dwi Guna
juga tidak segan mengajak putri kecilnya ini menjelajahi toko buku. “Saya ajak Narnia
menjelajahi toko buku. Lalu membiarkan dia berkeliling, sambil mengawasinya
supaya tidak mengacak-acak display
buku,” katanya, “Bahkan ketika Narnia belum bisa berjalan, saya sering
mengajaknya ke toko buku. Narnia akan merangkak di sekitar rak buku.”
Mengenalkan (mendekatkan) buku pada anak memang tidaklah
mudah. Apalagi pada anak usia di bawah tiga tahun. Buku yang diberikan bukannya
dilihat, buku akan disobek-sobek atau dicoret-coret. Dwi Guna juga mengisahkan
jika beberapa temannya tidak berhasil mengenalkan buku pada anak mereka. Bahkan
ada pula anak yang meminta buku, tetapi orang tua tidak merespon. Orang tua
pada akhirnya membiarkan anak lebih dekat dengan gawai daripada buku.
Selain seorang ayah untuk putri kecilnya, Narnia, Dwi Guna
adalah seorang pengajar. Di sekolah tempatnya mengajar budaya baca dibangun
dengan cukup baik, walaupun tidak bisa disamaratakan untuk tiap jenjang. “Di
tempat saya mengajar ada program silent
reading selepas istirahat. Ada pembacaan novel (class novel) oleh guru sebelum jam pulang sekolah. Ada program reading buddies siswa kelas atas mendampingi siswa yang lebih
belia untuk bersama-sama membaca buku,” ujarnya.
Literasi baca-tulis telah masuk ke dalam banyak program pemerintah di
bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harapannya program
literasi baca-tulis tidak hanya slogan dan lambang semata. Literasi baca-tulis
menjadi budaya yang menarik untuk anak-anak, baik di lingkungan sekolah maupun
di lingkungan keluarga dan masyarakat. Seperti harapan yang diungkapkan Dwi
Guna, “Saya berharap semua orang mau banyak-banyak membaca buku. Para penulis
menghasilkan buku-buku yang berkualitas dan menarik untuk dibaca. Para penerbit
menerbitkan buku-buku yang terjangkau dan merata persebarannya.”
Catatan penulis:
Saya mengenal Bli Guna, begitu saya biasa memanggilnya,
sejak tahun 2017. Ketika itu buku karyanya dan buku karya saya menjadi pemenang
sayembara penulisan buku bahan bacaan gerakan literasi nasional 2017 yang
diselenggarakan oleh Badan Bahasa. Terakhir kali bertemu, bulan Oktober 2018 ketika kami sama-sama menjadi pemenang kedua kategori nonfiksi Lomba Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018. Acara grand final lomba tersebut diselenggarakan di Solo, 23-26 Oktober 2018.
![]() |
Dwi Guna dan saya ketika acara pengalungan medali, Grand Final Lomba Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018 |
Bli Guna sudah mempunyai beberapa karya buku yang diterbitkan. Salah
satu bukunya pernah saya resensi, yaitu Pan
Julungwangi. RESENSI BUKU PAN JULUNGWANGI.
Wah...kawan satu ini memang hebat...
ReplyDeletemba paska memang blogger sejati. Dapat bahan apa pun bisa diolah menjadi tulisan yang enak untuk dibaca.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSiap2 menjawab pertanyaan saya mas Supriyadi :)
Delete