Thursday, 8 November 2018

I Gusti Made Dwi Guna: Mengenalkan Anak pada Buku Sejak Usia Tiga Bulan

I Gusti Made Dwi Guna adalah seorang pengajar di sebuah sekolah di Pulau Dewata, Bali. Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku dan mengilustrasi sendiri buku karyanya. Belum lama ini, buku karya Dwi Guna menjadi pemenang sayembara buku yang diadakan oleh Badan Bahasa dalam rangka Gerakan Literasi Nasional 2018.  Bukunya berjudul Beras Tabanan Perjalanan dari Lumpur hingga Dapur. Selain menang sayembara, Badan Bahasa juga memberikan penunjukan langsung padanya untuk menulis satu judul buku.

Tidak hanya itu, Bulan Oktober 2018 lalu, buku Aku Tahu Aneka Binatang: Dari Ayam Hingga Zebra karya Dwi Guna menjadi pemenang kedua kategori nonfiksi Lomba  Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018. Dunia literasi sudah melekat dengan keseharian Dwi Guna. Tentunya rasa suka pada dunia literasi ini menjadi penting dikenalkan pada anak sejak dini.



“Saya sudah mengenalkan buku (bahan bacaan tepatnya) kepada Narnia sejak dia masih berusia tiga bulan,” katanya. Narnia adalah putri Dwi Guna yang kini berusia 15 bulan. “Ketika itu Narnia belum bisa membalik badan dan hanya tidur telentang. Saya ikut berbaring di sampingnya dan memegang buku di atas wajah kami. Dia senang mengamati warna dan bentuk. Buku bergambar karya Quentin Blake adalah salah satu bacaan yang disukai Narnia,” tambah Dwi Guna.

Dwi Guna dan Narnia ketika berusia tiga bulan.
Bagi Dwi Guna menanamkan kecintaan terhadap baca-tulis dalam keluarga sangatlah penting. Kebiasaan membaca dapat mengenalkan anak untuk dapat mengenali dan mempelajari banyak hal, serta dapat menjadi kegiatan yang menyenangkan. Kebiasaan menulis dapat mengasah kepekaan, kreativitas, kedisiplinan, dan juga memberikan beberapa manfaat, baik secara pengetahuan maupun finansial.

Literasi baca-tulis harus dimulai dari keluarga. Orang tua yang menjadi pelaku utama dalam literasi baca-tulis di rumah harus konsisten memberikan contoh kepada anak-anak. Itu pula yang dilakukan oleh Dwi Guna dan keluarga kecilnya.

“Saya mendekatkan Narnia kepada buku dengan cara-cara alamiah. Misalnya, saya perlihatkan keasyikan membaca buku. Saat bermain, dengan sengaja saya membaca buku tak jauh darinya,” ujar Dwi Guna, “tidak hanya itu, saya sering mengajak Narnia melihat-lihat koleksi buku di ruang kerja saya.”

Selain membiasakan dekat dengan buku di rumah, Dwi Guna juga tidak segan mengajak putri kecilnya ini menjelajahi toko buku. “Saya ajak Narnia menjelajahi toko buku. Lalu membiarkan dia berkeliling, sambil mengawasinya supaya tidak mengacak-acak display buku,” katanya, “Bahkan ketika Narnia belum bisa berjalan, saya sering mengajaknya ke toko buku. Narnia akan merangkak di sekitar rak buku.”

Mengenalkan (mendekatkan) buku pada anak memang tidaklah mudah. Apalagi pada anak usia di bawah tiga tahun. Buku yang diberikan bukannya dilihat, buku akan disobek-sobek atau dicoret-coret. Dwi Guna juga mengisahkan jika beberapa temannya tidak berhasil mengenalkan buku pada anak mereka. Bahkan ada pula anak yang meminta buku, tetapi orang tua tidak merespon. Orang tua pada akhirnya membiarkan anak lebih dekat dengan gawai daripada buku.

Selain seorang ayah untuk putri kecilnya, Narnia, Dwi Guna adalah seorang pengajar. Di sekolah tempatnya mengajar budaya baca dibangun dengan cukup baik, walaupun tidak bisa disamaratakan untuk tiap jenjang. “Di tempat saya mengajar ada program silent reading selepas istirahat. Ada pembacaan novel (class novel) oleh guru sebelum jam pulang sekolah. Ada program reading buddies  siswa kelas atas mendampingi siswa yang lebih belia untuk bersama-sama membaca buku,” ujarnya.

Literasi baca-tulis telah masuk ke dalam banyak program pemerintah di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Harapannya program literasi baca-tulis tidak hanya slogan dan lambang semata. Literasi baca-tulis menjadi budaya yang menarik untuk anak-anak, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan keluarga dan masyarakat. Seperti harapan yang diungkapkan Dwi Guna, “Saya berharap semua orang mau banyak-banyak membaca buku. Para penulis menghasilkan buku-buku yang berkualitas dan menarik untuk dibaca. Para penerbit menerbitkan buku-buku yang terjangkau dan merata persebarannya.”


Catatan penulis:
Saya mengenal Bli Guna, begitu saya biasa memanggilnya, sejak tahun 2017. Ketika itu buku karyanya dan buku karya saya menjadi pemenang sayembara penulisan buku bahan bacaan gerakan literasi nasional 2017 yang diselenggarakan oleh Badan Bahasa. Terakhir kali bertemu, bulan Oktober 2018 ketika kami sama-sama menjadi pemenang kedua kategori nonfiksi Lomba  Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018. Acara grand final lomba tersebut diselenggarakan di Solo, 23-26 Oktober 2018.

Dwi Guna dan saya ketika acara pengalungan medali,
Grand Final Lomba  Penulisan Buku Bacaan Siswa Sekolah Dasar 2018

Bli Guna sudah mempunyai beberapa karya buku yang diterbitkan. Salah satu bukunya pernah saya resensi, yaitu Pan Julungwangi. RESENSI BUKU PAN JULUNGWANGI. 

4 comments:

  1. Wah...kawan satu ini memang hebat...

    ReplyDelete
    Replies
    1. mba paska memang blogger sejati. Dapat bahan apa pun bisa diolah menjadi tulisan yang enak untuk dibaca.

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
    3. Siap2 menjawab pertanyaan saya mas Supriyadi :)

      Delete

Cerita Kenan: Tidak Jadi Buat Konten Tentang Bus Pariwisata Red White Star

Saat hari libur sekolah atau akhir pekan aku ingin membuat konten untuk channelku KENAN STORIES .  Yang belum SUBSCRIBE,  ayo kunjungi chann...